Sudah banyak kisah yang ditorehkan tentang peran dan perjuangan seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya. Jasanya tak bisa diurai. Keringatnya tak pernah kering. Kasih sayangnya tiada terpatri. Seperti yang diungkapkan Iwan Fals dalam bait lagunya, " Dia (ibu) terus berjalan walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah." semua itu dilakukan demi anak-anaknya.
Menyambut Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember ini, menjadi motivasi buat kita untuk merefleksikan kembali bagaimana peran penting seorang ibu, menghormatinya dengan segala keadaan dan dalam situasi bagaimanapun.
Ibu, telah bersusah payah berjuang sehingga sang anak lahir. Ketika si jabang bayi masih dalam kandungan, ibu harus berjuang menjaga dan merawat agar sang bayi tumbuh sehat sebelum dan sampai hadir di dunia. Ini merupakan bentuk pengorbanan yang tanpa batas. Sebuah pengorbanan mental yang tulus demi sang anak.
Kita juga menjadi miris dengan realita yang ada tentang minimnya sebuah penghargaan kepada sosok seorang ibu yang dilakukan anak-anaknya.
Padahal perjuangan dan jerih payah seorang ibu ketika melahirkan dan membesarkan anak-anaknya tak bisa diuangkapkan dengan kata-kata, bahkan dituliskan dengan ribuan pena. Ajaran Islam begitu agung menghargai seorang ibu. Bahkan "Surga itu di bawah telapak kakinya (ibu)."
Mama bagaikan sosok malaikat yang turun ke bumi. Mama mampu meneduhkan hati takkala sedih, dan mampu menggelorakan jiwa manakala murung.
Seorang ibu sendiri pun cukup sulit merangkai kata ketika ditanya berapa besar kasih sayangnya terhadap anak-anaknya. Ibu hanya bisa menunjukkan dengan sikap dan perbuatan, dengan air matanya, dengan nasehatnya, perhatiannya, senyumnya dan dengan kesabarannya.
Red sendiri sebenaranya sangat sedih ketika melihat masih banyak ibu-ibu yang harus banting tilang dalam ketidakberdayaannya mencari mafkah demi kelangsungan anak-anaknya. Mereka hidup dalam kemiskinan. Mereka ada dijalanan, dipinggiran rel, dikolong jembatan dan di sudut-sudut kota lainnya.
Ini realita yang sangat sulit kita bantahkan. Red sedih melihatnya. Red tak bisa membayangkan bagaimana sulitnya perjuangan hidup mereka ditengah ketidakberdayaan. So adakah Pemerintah mencermati persoalan sosial kaum pinggiran ini????
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Malaikat Itu Bernama Ibu"
Posting Komentar