Pada masa Perjanjian Hudaibiyah atau gencatan senjata antara kaum muslimin dan musyrikin Quraisy, Rasulullah saw mengutus beberapa sahabat. Mereka dikirim kepada raja-raja bangsa Arab dan non-Arab untuk menyeru Al-Islam. Salah satu sahabat yang diutus adalah Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Ia ditugaskan untuk menyampaikan surat dakwah kepada Heraclius, Kaisar Romawi.Dihyah pun diterima oleh Heraclius dengan sangat baik. Kemudian ia menyampaikan surat dakwah dari Rasulullah saw kepada sang Kaisar Romawi (baca : Dokumen Asli ! Surat - surat Rosulullah untuk para raja => cari disitus ini menggunakan fitur pencarian diatas)).Setelah Heraclius membaca pesan Rasulullah saw, ia segera menyuruh pengawalnya untuk mencari orang-orang yang mengenal Muhammad. Saat itu Abu Sufyan berada di sana bersama serombongan kafilah dagang Quraisy.Para pengawal kerajaan pun melaporkan keberadaan Abu Sufyan dan teman-temannya kepada sang kaisar. Kemudian dipanggillah Abu Sufyan yang masih membenci Islam bersama teman-temannya ke hadapan Kaisar Romawi tersebut.Abu Sufyan dan teman-temannya datang menghadap Heraclius. Dengan didampingi seorang penerjemah, sang Kaisar mengawali pembicaraan dengan pertanyaan, "Siapa di antara kalian yang paling dekat garis keturunannya dengan orang yang mengaku sebagai nabi ini?"Abu Sufyan menjawab, "Saya, Tuan!"Kemudian terjadilah dialog di antara keduanya di hadapan para petinggi istana kekaisaran Romawi. Berikut ini dialog yang diceritakan langsung oleh Abu Sufyan dan diriwayatkan kembali oleh Bukhari.Heraclius : "Bagaimana kedudukan keluarganya di antara kalian?"Abu Sufyan : "Ia berasal dari keturunan bangsawan."Heraclius : "Adakah di antara keluarganya mengaku Nabi?"Abu Sufyan : "Tidak."Heraclius : "Adakah di antara nenek moyangnya yang menjadi raja atau kaisar?"Abu Sufyan : "Tidak ada."Heraclius : "Apakah pengikut agamanya itu orang kaya ataukah orang kebanyakan?"Abu Sufyan : "Pengikutnya adatah orang lemah, miskin, budak, dan wanita muda."Heraclius : "Jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang?"Abu Sufyan : "Terus bertambah dari waktu ke waktu."Heraclius : "Setelah menerima agamanya, apakah pengikutnya itu tetap setia kepadanya ataukah merasa kecewa, lalu meninggalkannya?"Abu Sufyan : "Tidak ada yang meninggalkannya."Heraclius : "Sebelum dia menjadi nabi, apakah dia suka berdusta?"Abu Sufyan : "Tidak pernah."Heraclius : "Pernahkah orang itu ingkar janji atau mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya?"Abu Sufyan : "Tidak pernah. Kami baru saja melakukan perjanjian gencatan senjata dengannya dan menunggu apa yang akan diperbuatnya."Heraclius : "Pernahkah engkau berperang dengannya?"Abu Sufyan : "Pernah."Heraclius : "Bagaimana hasilnya?"Abu Sufyan : "Kadang-kadang kami yang menang, kadang-kadang dia yang lebih baik daripada kami."Heraclius : "Apa yang dia perintahkan kepadamu?"Abu Sufyan : "Dia hanya memerintahkan kami untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun, meninggalkan takhayul dan kepercayaan leluhur kami, mengerjakan shalat, membayar zakat dan berbuat baik kepada fakir miskin, bersikap jujur dan dapat dipercaya, memelihara apa yang dititipkan kepada kita dan mengembalikan dengan utuh, memelihara silaturrahim dengan semua orang, dan yang paling penting dengan keluarga sendiri."Lalu, seperti dikisahkan oleh Abu Sufyan r.a, Heraclius memberikan tanggapan sebagai berikut melalui penerjemahnya.Heraclius : "Aku bertanya kepadamu tentang silsilah keluarganya dan kau menjawab dia adalah keturunan bangsawan terhormat. Nabi-nabi terdahulu pun berasai dari keluarga terhormat di antara kaumnya.Aku bertanya kepadamu apakah ada di antara keluarganya yang menjadi nabi, jawabannya tidak ada. Dari sini aku menyimpulkan bahwa orang ini memong tidak dipengaruhi oleh siapa pun dalam hal kenabian yang diikrarkannya, dan tidak meniru siapa pun dalam keluarganya.Aku bertanya kepadamu apakah ada keluarganya yang menjadi raja atau kaisar. Jawabannya tidak ada. Jika ada leluhurnya yang menjadi penguasa, aku beranggapan dia sedang berusaha mendapatkan kembali kekuasaan leluhurnya.Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah berdusta dan ternyata menurutmu tidak pernah. Orang yang tidak pernah berdusta kepada sesamanya tentu tidak akan berdusta kepada Allah.Aku bertanya kepadamu mengenai golongan orang-orang yang menjadi pengikutnya dan menurutmu pengikutnya adalah orang miskin dan hina. Demikian pula halnya dengan orang-orang terdahulu yang mendapat panggilan kenabian.Aku bertanya kepadamu apakah jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang. Jawabanmu, terus bertambah. Hal ini juga terjadi pada iman sampai keimanan itu lengkap.Aku bertanya kepadamu apakah ada pengikutnya yang meninggalkannya setelah menerima agamanya dan menurutmu tidak ada. Itulah yang terjadi jika keimanan sejati telah mengisi hati seseorang.Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah ingkar janji dan menurutmu tidak pernah. Sifat dapat dipercaya adalah ciri kerasulan sejati.Aku bertanya kepadamu apakah engkau pernah berperang dengannya dan bagaimana hasilnya. Menurutmu engkau berperang dengannya, kadang engkau yang menang dan kadang dia yang menang dalam urusan duniawi.Para nabi tidak pernah selalu menang, tetapi mereka mampu mengatasi masa-masa sulit perjuangan, pengorbanan, dan kerugiannya sampai akhirnya mereka memperoleh kemenangan.Aku bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya, engkau menjawab dia memerintahkanmu untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, serta melarangmu untuk menyembah berhala, dan dia menyuruhmu shalat, bicara jujur, serta penuh perhatian. Jika apa yang kaukatakan itu benar, dia akan segera berkuasa di tempat aku memijakkan kakiku saat ini.Aku tahu bahwa orang ini akan lahir, tetapi aku tidak tahu bahwa dia akan lahir dari kaummu (orang Arab). Jika aku tahu aku bisa mendekatinya, aku akan pergi menemuinya. Jika dia ada di sini, aku akan membasuh kedua kakinya dan agamanya akan menguasa tempat dua telapak kakiku!"Selanjutnya, Heraclius berkata kepada Dihyah Al-Kalbi, "Sungguh, aku tahu bahwa sahabatmu itu seorang nabi yang akan diutus, yang kami tunggu-tunggu dan kami ketahui berita kedatangannya dalam kitab kami. Namun, aku takut orang-orang Romawi akan melakukan sesuatu kepadaku. Kalau bukan karena itu, aku akan mengikutinya!"Untuk membuktikan perkataannya tersebut, Heraclius memerintahkan orang-orangnya untuk mengumumkan, "Sesungguhnya kaisar telah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!" Seluruh pasukannya dengan persenjataan lengkap serentak menyerbu ke dalam ruangan tempat Kaisar berada, lalu mengepungnya.Kemudian Kaisar Romawi itu berkata, "Engkau telah melihat sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, aku takut kepada rakyatku!"Heraclius membubarkan pasukannyadengan menyuruh pengawalnya mengumumkan berita, "Sesungguhnya kaisar lebih senang bersama kalian. Tadi ia sedang menguji kalian untuk mengetahui kesabaran kalian dalam agama kalian. Sekarang pergilah!"Mendengar pengumuman tersebut, bubarlah pasukan yang hendak menyerang Kaisar tadi. Sang Kaisar pun menulis surat untuk Rasulullah saw yang berisi, "Sesungguhnya aku telah masuk Islam." Kaisar juga menitipkan hadiah beberapa dinar kepada Rasulullah saw.Ketika Dihyah menyampaikan pesan Raja Heraclius kepada Rasulullah saw, beliau berkata, "Musuh Allah itu dusta! Dia masih beragama Nasrani."Rasulullah saw pun membagi-bagikan hadiah berupa uang dinar itu kepada kaum muslimin.
Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.
Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu, ” ujar sang suami. “Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini.” Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.
Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.
Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. “Kamu sedang membuat apa?”. Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.
Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Malam itu, mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.
~Author Unknown
***
Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka ada peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap “bangunan jiwa” yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.
Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.
Read more: http://www.resensi.net/meja-kayu/2009/02/#ixzz1BqjTj0Ps
Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, anak perempuan yang sedang bekerja diperantauan, anak perempuan yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, anak perempuan yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya…..akan sering merasa kangen sekali dengan ibunya.
Lalu bagaimana dengan Ayah?
Mungkin karena ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata ayah-lah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan wajah lelah Ayah selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?
Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil…… Ayah biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah mengganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu…
Kemudian Ibu bilang : “Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya” ,
Ibu takut putri manisnya terjatuh lalu terluka….
Tapi sadarkah kamu?
Bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Ibu menatapmu iba.. Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”
Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena Ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
Saat kamu sakit pilek, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata :
“Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”.
Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.
Ketika kamu sudah beranjak remaja….
Kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”.
Tahukah kamu, bahwa Ayah melakukan itu untuk menjagamu?
Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga..
Setelah itu kamu marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu…
Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Ibu….
Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,
Bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu,
Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia…. :’)
Ayah sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
Sadarkah kamu, kalau hati Ayah merasa cemburu?
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir…
Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut…
Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Ayah akan mengeras dan Ayah memarahimu.. .
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Ayah akan segera datang?
“Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Ayah”
Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Sarjana.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata – mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti…
Tapi toh Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah..
Ketika kamu menjadi gadis dewasa…..Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain…
Ayah harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu?
Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukmu erat-erat.
Yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT…kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah.
Ayah pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Ayah tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan….
Kata-kata yang keluar dari mulut Ayah adalah : “Tidak….. Tidak bisa!”
Padahal dalam batin Ayah, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Ayah belikan untukmu”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu Ayah merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”
Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya.
Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin..
Karena Ayah tahu……
Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya….
Saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia…..
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
Ayah menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa…..
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata:
“Ya Allah, ya Tuhanku …..Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita dewasa yang cantik….
Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”
Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk…
Ayah telah menyelesaikan tugasnya menjagamu …..
Ayah, Bapak, atau Abah kita…Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat…
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .
Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal..
Read more: http://www.resensi.net/cinta-ayah/2010/08/#ixzz1BqgkbdK4
Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kaket tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:
“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 50.000!!” Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”
Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?” Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.
“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu. Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”
Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan.
***
Sahabat Resensinet, cerita diatas sangatlah sederhana. Namun kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 50.000
Sahabat resensinet, seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.
Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Allah. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf.
Kita tetap tak ternilai di mata Allah.
Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai kita. Tingkah laku kita. seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.